FOREST WAR
Kalimantan
and Deforestation
Pada
2018 perkebunan kelapa sawit di Kalimantan mencapai 7 juta hektar, atau 10
persen dari Kalimantan. Hampir setiap tahun terjadi kasus pembakaran hutan dan
lahan, salah satunya adalah ekspansi bisnis kelapa sawit. Penghancuran hutan
adalah ancaman serius bagi spesies yang terancam punah seperti
orangutan,beruang,macan dahan dan hewan dilindungi lainnya yang merupakan
endemik Indonesia
Kelapa
sawit telah menjadi komoditas terbanyak di dunia, berbagai kawasan hutan telah
dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Sejak itu juga, konflik antara
manusia dan makhluk yang hidup di kawasan hutan tidak bisa dihindari. Dalam
pengamatan CAN Borneo, berdasarkan prediksi tren 10 tahun, dari 59 juta hektar
Kalimantan, laju deforestasi telah mencapai 864 ribu hektar per tahun atau
2,16%. Data kerusakan hutan yang terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah tercatat
sebagai yang terbesar dibandingkan tiga provinsi lainnya dalam hal luas
kerusakan yang mencapai 256 ribu hektar per tahun.
In
2018 oil palm plantations in Kalimantan reached 7 million hectares, or 10
percent of Kalimantan. Almost every year there are cases of forest and land
burning, one of which is the expansion of the palm oil business. Forest
destruction is a serious threat to endangered species such as orangutans,
bears, leopards and other protected animals that are endemic to Indonesia
Palm
Oil has become the largest commodity in the world, various forest areas have
been converted into oil palm plantations. Since then, conflicts between humans
and creatures living in forest areas have been inevitable. In CAN Borneo
observations, based on a 10-year trend prediction, of the 59 million hectares
of Kalimantan, the deforestation rate has reached 864 thousand hectares per
year or 2.16%. Data on forest damage that occurred in Central Kalimantan
Province was recorded as the largest compared to the other three provinces in
terms of the extent of damage that reached 256 thousand hectares per year.
Dari
lebih dari 10 juta kawasan hutan yang dimiliki Kalimantan Tengah, tingkat
kerusakannya sekitar 2,2% per tahun. Sedangkan provinsi Kalimantan Selatan
memiliki tingkat kerusakan tercepat dibandingkan dengan provinsi lain, meskipun
wilayahnya relatif kecil. Tercatat, 66,3 ribu hektar hutan musnah per tahun
dari total luas hutan sekitar 3 juta hektar. Kondisi serupa terjadi di tiga
provinsi lain, dengan lebar dan laju yang berbeda. Penyebab utamanya adalah
pembukaan tambang batubara dan perkebunan kelapa sawit. Kalimantan Barat
misalnya, dari kawasan hutan yang mencapai 12,8 juta hektare memiliki tingkat
kerusakan 166 ribu hektare per tahun atau 1,9 persen.
Di
Kalimantan Timur, Kabupaten Berau merupakan salah satu kabupaten yang memiliki
luas hutan yang masih mencapai 80%, hal ini karena wilayah Berau sebagian besar
merupakan izin perusahaan kayu. Kasus lain di Kabupaten Kutai Timur adalah
bahwa sebagian besar wilayahnya adalah perkebunan kelapa sawit dan izin
penambangan batubara sehingga tutupan hutannya terus berkurang, ini kemudian
membuat satwa liar di bagian selatan Kalimantan Timur perlahan-lahan membentang
dan menuju kabupaten Berau, ini menyebabkan tingkat konflik yang tinggi antara
masyarakat dan satwa liar di Kabupaten Berau.
More
than 10 million forest areas in Central Kalimantan, the damage rate is around
2.2% per year. While the province of South Kalimantan has the fastest damage
rate compared to other provinces, although the area is relatively small. It was
recorded that 66.3 thousand hectares of forest were destroyed per year from a
total forest area of around 3 million hectares. Similar conditions occur in
three other provinces, with different widths and speeds. The main causes are
the opening of coal mines and oil palm plantations. West Kalimantan, for
example, from a forest area reaching 12.8 million hectares has a damage rate of
166 thousand hectares per year or 1.9 percent.
In
East Kalimantan, Berau District is one of the districts that has an area of
forest that still reaches 80%, this is because the Berau region is mostly a
permit by a timber company. Another case in East Kutai District is that most of
the area is oil palm plantations and coal mining permits so that forest cover
continues to decrease, this then makes wildlife in the southern part of East
Kalimantan slowly stretches and towards Berau district, this causes a high
level of conflict between people and wildlife in Berau District.
Hutan
konservasi yang disediakan oleh perusahaan tidak mampu mengakomodasi populasi
hewan tingkat tinggi yang telah kehilangan habitatnya sehingga hutan konservasi
pada akhirnya hanya menjadi perangkap ekologis di mana hewan liar terperangkap
di hutan kecil di tengah konsesi pertambangan dan perkebunan. Di Kalimantan
Tengah, tepatnya di Kabupaten Kotawaringin Timur, habitat orangutan sangat
besar, tetapi laju deforestasinya juga sangat tinggi, sehingga sangat mudah
untuk menemukan kasus di mana orangutan dan satwa liar lainnya muncul ditengah
lahan perkebunan masyarakat dan memasuki desa.
Conservation
forests provided by companies cannot accommodate high-level animal populations
that have lost their habitat so that conservation forests ultimately become
only ecological traps where wild animals are trapped in small forests in the
middle of mining and plantation concessions. In Central Kalimantan, precisely
in Kotawaringin Timur Regency, orangutan habitat is very large, but the rate of
deforestation is also very high, so it is very easy to find cases where
orangutans and other wildlife appear in the middle of community plantation land
and enter the village.
Mitigation and Rescue (MARS) team berkerja untuk memerangi kejahatan lingkungan,mendokumentasikan serta
mengexpose kasu-kasus terkait deforestasi serta melaporkannya kepihak berwajib
untuk ditindaki lajuti bersama. CAN Borneo bersama masyarakat berkonfrontasi
langsung untuk mengehentikan laju deforestasi yang terjadi didaerah mereka. 90%
satwa liar di lindungi maupun tidak dilindungai tinggal diluar kawasan hutan
lindung, kawasan yang menjadi habitat satwa liar tersebut berada di kawasan
ijin konsesi perkebunan kelapa sawit maupun pertambangan. Hal ini menjadi
sangat ancaman serius bagi kelangsungan satwa liar dimana deforestasi yang
terjadi akan mengakibatkan hilangnya sumber pakan dan tempat tinggal bagi satwa
liar tersebut yang berujung pada banyaknya ditemukan kasus satwa liar seperti
orangutan masuk ke pemungkimanan maupun kebun-kebun masyarakat. Hal ini
kemudian menciptakan human and wildlife conflict.
CAN
Borneo works to combat environmental crime, document and expose cases related
to deforestation and report on authorities to be acted on together. CAN Borneo,
together with the community, has direct confrontation to stop the rate of
deforestation in their area. 90% of protected and non-protected wildlife live
outside protected forest areas, the area that is the habitat of these wild
animals is in the area of oil palm plantation and mining concessions. This has
become a very serious threat to the survival of wildlife where deforestation
will result in the loss of food sources and home for wild animals, which leads
to many cases of wildlife such as orangutans entering the community farming.
Then creates human and wildlife conflict.
More information about MARS team klick HERE
FULL VIDEO CAMPAIGN
More information about MARS team klick HERE
FULL VIDEO CAMPAIGN